BAB I:
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ubi kayu atau singkong (Mannihot esculenta)
berasal dari Brazil, Amerika Selatan, menyebar ke Asia pada awal abad ke-17
dibawa oleh pedagang Spanyol dari Mexico ke Philipina. Kemudian
menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ubi kayu merupakan makanan pokok
di beberapa negara Afrika. Di samping sebagai bahan makanan, ubi kayu juga
dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Ubinya mengandung air sekitar 60%, pati 25-35%, serta protein, mineral, serat,
kalsium, dan fosfat. Ubi kayu merupakan sumber energi yang lebih tinggi
dibanding padi, jagung, ubi jalar, dan sorgum.
Singkong diolah menjadi bioetanol,
pengganti premium. Menurut Dr Ir Tatang H Soerawidjaja, dari Teknik Kimia
Institut Teknologi Bandung (ITB), singkong salah satu sumber pati. Pati senyawa
karbohidrat kompleks. Sebelum difermentasi, pati diubah menjadi glukosa,
karbohidrat yang lebih sederhana. Untuk mengurai pati, perlu bantuan cendawan
Aspergillus sp. Cendawan itu menghasilkan enzim alfamilase dan glukoamilase
yang berperan mengurai pati menjadi glukosa alias gula sederhana. Setelah
menjadi gula, baru difermentasi menjadi etanol.
Sejak lima tahun terakhir Indonesia
mengalami penurunan produksi minyak nasional yang disebabkan menurunnya secara
alamiah (natural decline) cadangan minyak pada sumur-sumur yang
berproduksi. Di lain pihak, pertambahan jumlah penduduk telah meningkatkan
kebutuhan sarana transportasi dan aktivitas industri yang berakibat pada
peningkatan kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). Untuk memenuhi
kebutuhan BBM tersebut, pemerintah mengimpor sebagian BBM. Menurut Ditjen
Migas, impor BBM terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 106,9
juta barrel pada 2002 menjadi 116,2 juta barrel pada 2003 dan 154,4 juta barrel
pada 2004. Dilihat dari jenis BBM yang diimpor, minyak solar (ADO) merupakan
volume impor terbesar setiap tahunnya. Pada 2002, impor BBM jenis ini mencapai
60,6 juta barrel atau 56,7 % dari total, kemudian meningkat menjadi 61,1 juta barrel
pada 2003 dan 77,6 juta barrel pada 2004.
Untuk mencukupi kebutuhan pabrik komersial
bioetanol yang merupakan bahan baku utama gasohol (bahan bakar campuran bensin
dan etanol) B2TPBBPT saat ini memiliki fasilitas pengkajian dan pengembangan
produksi bioetanol menggunakan bahan baku berpati. Agar produksi bioetanol
dapat terus meningkat, Departemen Pertanian harus bersikap proaktif, yakni
mendorong para petani untuk menggenjot produksi aneka bahan baku, termasuk ubi
kayu, ubi jalar,sagu, dan tebu. Pengembangan gasohol perlu dikembangkan, karena
bukan hanya dapat mengurangi konsumsi bensin, melainkan juga berdampak pada
emisi gas buang kendaraan yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Beberapa
negara yang sudah mulai menggunakan gasohol berbasis alkohol nabati adalah
Amerika Serikat, Swedia, Perancis, Brasil, dan India. Mulai sekarang Indonesia
harus mengembangkan gasohol. Apalagi, sumber daya hayati berkarbohidrat yang
kita miliki sangat berlimpah.
Disisi lain, kendaraan yang beroperasi di Indonesia kebanyakan berbahan bakar
bensin dan solar yang berasal dari energi fosil. Menurut Nuralamsyah (2005),
konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Secara keseluruhan konsumsi BBM selama tahun 2004 mencapai 61,7
juta kiloliter, dengan rincian 26,9 juta kiloliter minyak solar, 16,2 juta
kiloliter premium, 11,7 juta kiloliter minyak tanah, 5,7 juta kiloliter minyak
bakar, dan 1,1 juta kiloliter minyak diesel. Padahal kemampuan produksi bahan
bakar minyak di dalam negeri hanya sekitar 44,8 juta kiloliter, sehingga
sebahagian kebutuhan bahan bakar di dalam negeri harus diimpor. Setiap bulan,
impor minyak mentah dan BBM mencapai 1,5 Milyar dollar AS atau sekitar 15
Triliyun rupiah.
Cadangan energi fosil kita semakin hari semakin
berkurang, sedangkan kebutuhannya terus meningkat. Fakta ini membuka peluang
penggunaan energi terbarukan seperti biodiesel dan mengurangi penggunaan bahan
bakar fosil. Selain semakin menipisnya jumlah cadangan bahan bakar fosil,
alasan penting lain untuk mengurangi penggunaannya adalah masalah kerusakan
lingkungan, harga yang terus melambung, dan beban subsidi yang semakin besar.
1.2
Rumusan Masalah
- Bagaimanakah
cara mengolah ubi kayu menjadi bioetanol?
- Bagaimana
prospek pengembangan bioetanol dari ubi kayu
- Bagaimana potensi pengembangan ubi kayu di Provinsi Bengkulu?
1.3
Tujuan Penulisan
- Mengetahui
cara mengolah ubi kayu menjadi bioetanol.
- Mengetahui
prospek pengembangan bioetano bioetanol.dari ubi kayu
- Mengetahui potensi pengembangan bioetanol dari ubi kayu di provinsi
Bengkulu.
1.4
Manfaat Penulisan
- Memberikan
informasi kepada masyarakat di provinsi Bengkulu bahwa ubi kayu dapat
dimanfaatkan menjadi bioetanol sebagai bahan bakar alternatif pengganti
premium.
- Memberikan
informasi dan gambaran mengenai prospek pengembangan bioetanol dari ubi
kayu di provinsi Bengkulu.
- Memberikan
gambaran mengenai peluang usaha untuk mengolah ubi kayu menjadi bioetanol.
BAB II:
TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Ubi Kayu (Mannihot esculenta)
Ubi kayu (Mannihot esculenta)
termaasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu
berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun,
bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa
mencapai ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya mudah dan produktif. Ubi kayu
dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian 1200 meter di atas permukaan
air laut. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai
telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai
daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah.
Ubi kayu dikenal dengan nama Cassava
(Inggris), Kasapen, sampeu, kowi dangdeur (Sunda); Ubi kayu, singkong, ketela
pohon (Indonesia); Pohon, bodin, ketela bodin, tela jendral, tela kaspo (Jawa).
Ubi kayu mempunyai komposisi kandungan
kimia ( per 100 gram ) antara lain : – Kalori 146 kal – Protein 1,2 gram –
Lemak 0,3 gram – Hidrat arang 34,7 gram – Kalsium 33 mg – Fosfor 40 mg – Zat
besi 0,7 mg Buah ubi kayu mengandung ( per 100 gram ) : – Vitamin B1 0,06 mg –
Vitamin C 30 mg – dan 75 % bagian buah dapat dimakan. Daun ubi kayu mengandung
( per 100 gram ) : – Vitamin A 11000 SI – Vitamin C 275 mg – Vitamin B1 0,12 mg
– Kalsium 165 mg – Kalori 73 kal – Fosfor 54 mg – Protein 6,8 gram – Lemak 1,2
gram – Hidrat arang 13 gram – Zat besi 2 mg – dan 87 % bagian daun dapat
dimakan. Kulit batang ubi kayu mengandung tanin, enzim peroksidase, glikosida
dan kalsium oksalat.
Secara taksonomi ubi kayu dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Suku : Euphorbiaceae
Subsuku : Crotonoideae
Tribe : Manihoteae
Marga : Mannihot
Spesies : M. esculenta
Fungsi singkong (ubi kayu) sudah mulai bergeser, dari
penyediaan bahan pangan, berpotensi menjadi bahan baku untuk pengembangan
bio-ethanol. Kebutuhan bio-ethanol sampai dengan 2010 tergolong cukup tinggi,
yaitu mencapai 1,8 juta kilo liter. Demikian yang dilaporkan Mingguan AgroIndonesia,
dalam seminar di Puslitbang Tanaman Pangan Bogor.
Dalam seminar yang berjudul “Skenario
Pengembangan Ubi Kayu Mendukung Program Pengembangan Energei Alternatif
Bersumber dari Bio-Ethanol”, J. Wargiono mengatakan bahwa untuk mendukung
program tersebut perlu “menggenjot” produksi ubi kayu secara nasional hingga
15%. Lebih lanjut mengatakan bahwa besarnya kebutuhan industri agar pasokannya
bahan bakunya aman, memang sudah dihitung. Selain
itu tidak semua propinsi wajib mengembangkan dan mengikuti skenario ini. Jika
daerah-daerah tersebut terdapat daerah kantung-kantung kemiskinan dan
kelaparan, prioritas utama untuk mendukung penyediaan bahan pangan.
1.2
Pati ataun Amilum
Pati atau amilum (CAS# 9005-25-8) adalah karbohidrat kompleks yang tidak
larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan
bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa
(sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga
menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting.
Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan
amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa
memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket.
Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak
bereaksi. Penjelasan untuk gejala ini belum pernah bisa tuntas dijelaskan.
Dalam bahasa sehari-hari (bahkan
kadang-kadang di khazanah ilmiah), istilah “pati” kerap dicampuradukkan dengan
“tepung” serta “kanji”. “Pati” (bahasa Inggris starch) adalah penyusun (utama)
tepung. Tepung bisa jadi tidak murni hanya mengandung pati, karena
ter-/dicampur dengan protein, pengawet, dan sebagainya. Tepung beras mengandung
pati beras, protein, vitamin, dan lain-lain bahan yang terkandung pada butir
beras. Orang bisa juga mendapatkan tepung yang merupakan campuran dua atau
lebih pati. Kata ‘tepung lebih berkaitan dengan komoditas ekonomis. Kerancuan
penyebutan pati dengan kanji tampaknya terjadi karena penerjemahan. Kata ‘to
starch’ dari bahasa Inggris memang berarti ‘menganji’ (‘memberi kanji’) dalam
bahasa Melayu/Indonesia, karena yang digunakan memang tepung kanji.
Pati digunakan sebagai bahan yang
digunakan untuk memekatkan makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam
industri, pati dipakai sebagai komponen perekat, campuran kertas dan tekstil,
dan pada industri kosmetika.
2.3
Bioetanol
Bioetanol merupakan
bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang merupakan
campuran antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian gasohol di
Indonesia yaitu : memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi
impor BBM, menguatkan security of supply bahan bakar,
meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi mengurangi ketimpangan pendapatan
antar individu dan antar daerah, meningkatkan kemampuan nasional dalam
teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan global dan
pencemaran udara (bahan bakar ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong ekspor
komoditi baru. Bioetanol tersebut bersumber dari karbohidrat yang potensial
sebagai bahan baku seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, sagu dan tebu. Adapun
konversi biomasa tanaman tersebut menjadi bioethanol adalah seperti pada tabel
dibawah ini.
Tabel Konversi biomasa menjadi bioetanol
Biomassa
|
Jumlah biomassa (kg)
|
Kandungan gula (kg)
|
Jumlah hasil bioetanol (liter)
|
Biomassa : Bioetanol
|
Ubi Kayu
|
1.000
|
250-300
|
166,6
|
6,5 : 1
|
Ubi Jalar
|
1.000
|
150-200
|
125
|
8 : 1
|
Jagung
|
1.000
|
600-700
|
400
|
2,5 : 1
|
Sagu
|
1.000
|
120-160
|
90
|
12:1
|
Tetes
|
1.000
|
500
|
250
|
4:1
|
Sumber data : Balai Besar Teknologi Pati-BPPT,2006
2.4 Bensin
Bensin
adalah salah satu jenis bahan bakar minyak yang dimaksudkan untuk kendaraan
bermotor. Bensin tersedia atas tiga jenis yaitu premium, pertamax, dan
pertamax plus. Ketiganya mempunyai mutu yang berbeda. Mutu bahan bakar
bensin dikaitkan dengan jumlah ketukan (knocking) yang ditimbulkannya
dan dinyatakan dengan nilai oktan. Makin sedikit
ketukan makin baik mutu bensin, makintinggi nilai oktannya.
Untuk menentukan nilai oktan, ditetapkan dua jenis senyawa sebagai pembanding
yaitu “isooktana”dan n-heptana. Isooktana menghasilkan ketukan
paling sedikit, diberi nilai oktan 100, sedangkan n-heptana menghasilkan
ketukan paling banyak, diberi nilai oktan 0 (nol). Suatu campuran yang terdiri
dari 80% iso oktana dan 20% n-heptana mempunyai nilai oktan sebesar (80/100 x
100) + (20/100 x 0) = 80.
Secara umum, alkana rantai bercabang mempunyai nilai oktan lebih tinggi dari
pada isomer rantai lurusnya.
Pertamax hanya terdiri atas senyawa isooktana dan n-heptana, melainkan
mutunya atau jumlah ketukan yang dibutuhkan setara dengan campuran isooktana
dan n-heptana. Premium mempunyai nilai oktan 88 dan pertamax plus
mempunyai nilai oktan 95. Nilai oktan bensin harus dinaikan sebelum dapat
digunakan sebagai bahan bakar kendaraan. Hal ini dapat dilakukan dengan reforming atau
menambahkan zat anti ketukan. Reforming adalah suatu proses
untuk mengubah alkana rantai lurus menjadi rantai bercabang, dengan demikian
akan menaikan nilai oktan.
Salah satu zat anti ketukan yang hingga kini masih digunakan dinegara kita
adalah Tetraethyl Lead (TEL). Zat ini dapat menaikan nilai oktan 15
poin, tetapi dapat menghasilkan timbal hitam bersama asap kendaraan yang akan
menempel pada komponen mesin. Untuk mencegah supaya timbal hitam tersebut tidak
menempel pada komponen mesin dicampurkan pula etilen bromida, C2H4Br2.
Tetapi hal ini justru menghasilkan timbal bromida yang keluar bersama asap
kendaraan, yang mana senyawa ini sangat beracun yang dapat merusak otak. Dan
pada akhirnya senyawa etilen bromida sekarang diganti menjadi methyl
tertiary buthyl ether (MTBE)
BAB III: METODOLOGI PENULISAN
3.1
Metode Penulisan
Karya tulis ini ditulis dengan menggunakan metode
deskriptif kualitatif, yakni suatu metode yang menggambarkan suatu fenomena
secara sistematis, dengan hasil yang dinyatakan bukan dalam bentuk angka (non
statistik).
3.2
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam proses
penulisan karya tulis ilmiah ini adalah melalui studi literatur (literature
reseach). Penulis melakukan telaah pustaka yang berupa buku-buku teks,
jurnal-jurnal ilmiah, artikel-artikel di internet, dan sumber-sumber lain yang
berkaitan dengan rumusan masalah yang akan dibahas.
3.3
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penulisan
karya tulis ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif, dimana analisa
deskriptif kualitatif merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan,
mengolah, dan menyajikan data ke dalam bentuk penyajian yang sesuai.
3.4
Sistematika Penulisan
Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan
sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjauan Pustaka, Bab
III Metodologi penulisan, Bab IV Pembahasan, dan Bab V Penutup.
BAB IV: PEMBAHASAN
4.1 Cara mengolah ubi Kayu
menjadi Bioetanol
125 kg singkong segar dikupas, semua jenis
dapat dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil. Singkong yang
telah dicacah dikeringkan hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang
dikeringkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat
menyimpan sebagai cadangan bahan baku. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki
stainless steel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai
volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100 oC selama 0,5 jam.
Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur
dan mengental. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam tangki
sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa.
Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi
glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong, perlu 10 liter
larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan
mencapai 100-juta sel/ml. Sebelum digunakan, Aspergillus dikulturkan pada bubur
gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek.
Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati.
Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah
menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi
gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi
pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17-18%. Itu adalah kadar gula
maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces untuk hidup dan bekerja
mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebih tinggi, tambahkan air
hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula
pasir agar mencapai kadar gula maksimum.
Tutup rapat tangki fermentasi untuk
mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih
optimal. Fermentasi berlangsung anaerob (tidak membutuhkan oksigen). Agar
fermentasi optimal, jaga suhu pada 28-32 oC dan pH 4,5-5,5. Setelah 2-3 hari, larutan pati berubah menjadi 3
lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan
etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6-12 % etanol.
Sedot larutan etanol
dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring
endapan protein. Meski telah disaring, etanol masih bercampur air. Untuk
memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan
etanol pada suhu 78 oC atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu
etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100 oC.
Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan
kembali menjadi etanol cair.
Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan
tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau
disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100 oC. Pada suhu
itu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa
yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air
tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dicampur dengan bensin. Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120-130 liter bir yang dihasilkan
dari 25 kg gaplek.
4.2Prospek Pengembangan Bioetanol dari Ubi Kayu di
Provinsi Bengkulu
Petunjuk pelaksanaan pengembangan energi alternatif secara detail sudah
diatur dalam dokumen Pengelolaan Energi Nasional (PEN). Didalamnya disebutkan
mengenai rencana (roadmap) pengembangan seluruh jenis energi alternatif. Dalam
waktu dekat, pemerintah juga akan menerbitkan Inpres tentang biofuel (biodisel
dan bioetanol) yang akan merinci insentif bagi pengembangan biofuel, termasuk
instruksi kepada menteri-menteri untuk menindaklanjuti di departemen masing –
masing.
Pengembangan perkebunan energi akan memberikan dampak bagi penghematan
sumber energi tak terbarukan, meningkatkan ketahanan energi nasional dan
berkurangnya biaya kesehatan akibat pencemaran udara serta akan membuka peluang
usaha bagi masyarakat, di samping tujuan utamanya untuk mereklamasi lahan
kritis yang ada.
Untuk menjaga keseimbangan lingkungan (bioferacy),
variasi komposisi jenis tanaman sangat dimungkinkan. Namun tetap harus
diperhatikan jenis tanaman yang akan dipilih, sehingga diharapkan mampu
mengangkat harkat plasma nutfah dari endemik Babel ke taraf yang lebih tinggi.
Dengan diterbitkannya tujuh izin investasi pembangunan pabrik energi alternatif (biodiesel dan bioetanol) oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada pertengahan tahun 2005 yang lalu, memperkuat indikasi bahwa peluang bisnis di bidang bioenergi sudah dilirik para investor, sehingga pengembangan perkebunan energi menjadi sesuatu yang prospektif di masa depan (Agustus 2007).
Dengan diterbitkannya tujuh izin investasi pembangunan pabrik energi alternatif (biodiesel dan bioetanol) oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada pertengahan tahun 2005 yang lalu, memperkuat indikasi bahwa peluang bisnis di bidang bioenergi sudah dilirik para investor, sehingga pengembangan perkebunan energi menjadi sesuatu yang prospektif di masa depan (Agustus 2007).
4.3Potensi Ubi Kayu di Provinsi
Bengkulu
Potensi ubi kayu di Bengkulu
cukup besar dengan luas panen (Ha) 7,186, produksi (ton) 81,391, dan
hasil/Ha (ton/Ha) 11,30. Ini membuktikan bahwa masyarakat Bengkulu bisa tak
tergantung kepada penggunaan bahan bakar bensin. Karena Ubi kayu tidak susah
untuk dikembangkan mengingat cara menanamnya yang mudah dan simple. Jadi
potensi pembuatan bioetanol ini sangat besar di provinsi Bengkulu sebab,
Provinsi Bengkulu memiliki luas 1.978.870 Ha, dengan sebagian besar daerah yang
belum dikelola dengan baik. Jika program bioetanol ini memang betul – betul
diperhatikan pemerintah daerah maka, Bengkulu akan jadi pensuply bahan baku
bioetanol tersebut.
BAB V: PENUTUP
1.1
Simpulan
- .Tanaman
Ubi Kayu (manihot esculenta) dapat digunakan sebagai
bahan penghasil bahan bakar alternatif
yang ramah lingkungan
- .Tanaman
Ubi Kayu memiliki prospek yang sangat bagus di Provinsi Bengkulu
1.2
Saran
- Agar
alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan ini dapat direalisasikan di
Provinsi Bengkulu, mengingat prospek yang ada cukup baik.
- Pemerintah
sebaiknya mendukung upaya-upaya yang dilakukan untuk menciptakan program
tersebut.
- Agar
masyarakat dapat mengetahui bahwa tidak selamanya mereka dapat menggunakan
bahan bakar yang berasal dari fosil, mengingat jumlahnya yang kian hari makin
berkurang.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2005. Prospek Pertanian Biodiesel dan Bioetanol. http://www.bppt.go.id/
Anonim. 2007. Bioetanol. http://www.energiterbarukan.net/
Anonim. 2007. Ketika Kendaraan Bergantung pada Tumbuhan. http://www.trubus-online.com/
Fitriani, Vina. 2007. Makanan Lezat “Makhluk” Bermesin. http://www.trubus-online.com/
Martono,
Budi dan Sasongko. 2005. Prospek Pengembangan Ubi Kayu sebagai Bahan Baku
Bioetanol di Provinsi DIY. http://202.169.224.75/detail.php?
Nuralamsyah, Andi. 2005. Biodiesel Jarak Pagar. PT AgroMedia
Pustaka. Bogor.
Purwati,
Ani. 2006. Singkong Berpotensi Jadi Bahan Baku Energi. http://www.beritabumi.or.id/
Wijuna,
Imam. 2007. Mengebor Bensin di Kebun Singkong. http://www.trubus-online.com/
This entry
was posted in Uncategorized
and tagged Bahan Bakar Minyak, BBM,
Bengkulu,
bioethanol,
ramah lingkungan, singkong,
ubi
kayu. Bookmark the permalink.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar